logo-website
Sabtu, 27 Sep 2025,  WIT
BERITA Hukum & Kriminal Homepage
Kasus Korupsi Jembatan Agimuga Mulai Disidangkan di Jayapura Papuanewsonline.com, Jayapura – Perhatian publik Papua Tengah kini tertuju pada ruang sidang Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura. Kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Jembatan Agimuga, yang sempat menjadi sorotan di Kabupaten Mimika, resmi memasuki babak persidangan. Sidang perdana yang digelar pada Jumat (8/8/2025) pukul 16.00 WIT ini menghadirkan dua terdakwa utama, yakni Mirvan Martinus Palimbong dan Aldi Padua. Keduanya diduga terlibat langsung dalam pengelolaan anggaran proyek pembangunan jembatan pada tahun anggaran 2023, yang disebut-sebut merugikan keuangan negara. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memimpin jalannya sidang dengan agenda tunggal pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Mimika, Royal Sitohang, S.H., mengungkapkan bahwa dakwaan terhadap kedua terdakwa dikeluarkan berdasarkan Surat Penetapan Pengadilan Negeri Tipikor Jayapura Nomor: 27/Pid.Sus-TPK/2025/PNJap dan Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2025/PNJap, tertanggal 28 Juli 2025. "Terdakwa Mirvan Martinus Palimbong dan Aldi Padua telah menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan. Tidak ada keberatan atau eksepsi yang diajukan penasihat hukum," ujar Royal. Dalam dakwaan primer, kedua terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara dalam dakwaan subsidair, keduanya dijerat Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 2 UU Tipikor dikenal sebagai pasal “kerugian negara dengan unsur melawan hukum” yang memiliki ancaman pidana berat, minimal 4 tahun penjara dan maksimal seumur hidup. Sedangkan Pasal 3 mengatur perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dengan ancaman minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun penjara. Pihak JPU menilai, perbuatan para terdakwa telah memenuhi unsur kedua pasal tersebut, baik dari segi kerugian negara maupun penyalahgunaan wewenang. Sidang berikutnya dijadwalkan pada Rabu, 13 Agustus 2025 pukul 10.00 WIT dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Publik pun menunggu fakta-fakta baru yang akan terungkap di persidangan, mengingat proyek ini semula diharapkan menjadi infrastruktur strategis untuk menghubungkan wilayah terisolir di Agimuga. Kasus ini juga menjadi ujian bagi aparat penegak hukum untuk membuktikan komitmen pemberantasan korupsi di Papua, di tengah banyaknya proyek pembangunan yang mengandalkan dana besar dari APBD dan APBN. (jidan)  11 Agu 2025, 03:58 WIT
Dana Pemberdayaan Masyarakat Adat Mimika Diduga Disalahgunakan Papuanewsonline.com, Timika – Isu dugaan penyalahgunaan dana pemberdayaan masyarakat adat di Kabupaten Mimika mencuat ke permukaan dan memicu perhatian publik. Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh Lembaga Perkumpulan Penggerak Aspirasi Masyarakat Minoritas Indonesia Maju (2PAM3), terdapat indikasi kuat bahwa penyaluran dana tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, bahkan berpotensi merugikan keuangan negara. Ketua Umum 2PAM3, Antonius Rahabav, mengungkapkan bahwa temuan ini menunjukkan adanya kejanggalan serius, terutama pada mekanisme pencairan dan penyaluran dana pembinaan masyarakat adat. “Hal ini berbeda dengan organisasi masyarakat biasa yang harus mengajukan proposal. Masyarakat adat itu sudah diundangkan, sehingga debit dana pembinaan harus ada. Namun, pelaksanaannya patut dipertanyakan,” tegas Antonius kepada wartawan, Sabtu (9/8/2025). Dugaan penyimpangan ini mencakup penyaluran dana yang tidak tepat sasaran, penggunaan yang tidak jelas, dan dugaan minimnya transparansi dalam proses pengelolaan. Antonius menegaskan bahwa pihaknya akan merekomendasikan kasus ini untuk ditangani oleh aparat penegak hukum tingkat nasional. “Masyarakat adat akan merekomendasikan kepada KPK, Kejaksaan Agung, dan Bareskrim Tipikor untuk menyelidiki dugaan ini. Kita perlu tahu, uang ini lari ke mana, apakah tepat sasaran atau tidak,” ujarnya. Selain aparat penegak hukum, Ombudsman Republik Indonesia juga akan dilibatkan untuk memeriksa kemungkinan adanya maladministrasi dalam proses penyaluran dana tersebut. “Ombudsman akan masuk dari sisi maladministrasi. Nanti pasti ada rekomendasi resmi yang akan keluar dari sisi penegak hukum,” jelas Antonius. Semua hasil investigasi ini tidak hanya berhenti di level daerah. Antonius memastikan laporan lengkap akan disampaikan secara resmi kepada pemerintah pusat, khususnya Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Semua akan kami laporkan ke Menko Polhukam dan Kemendagri. Hasil hari ini akan kita serahkan dan biarkan proses hukum berjalan,” tegasnya. Antonius optimistis bahwa langkah ini akan mendorong proses hukum yang cepat dan tegas. Ia menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, mengingat dana pemberdayaan masyarakat adat sejatinya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan memberdayakan komunitas adat di Mimika. “Dana ini harusnya untuk masyarakat, bukan untuk kepentingan segelintir pihak. Saya yakin KPK akan bertindak,” pungkasnya. (corri) 10 Agu 2025, 04:24 WIT
DPRK Mimika Dorong Raperda Bantuan Hukum Gratis untuk Warga Kurang Mampu Papuanewsonline.com, Jayapura – Langkah nyata menuju keadilan yang inklusif semakin dekat di Kabupaten Mimika. Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Mimika, melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), resmi menyetujui usulan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelayanan Bantuan Hukum untuk masuk dalam daftar prioritas pembahasan tahun 2025. Keputusan tersebut diambil setelah rapat koordinasi dan konsultasi bersama Kementerian Hukum dan HAM Wilayah Papua di Jayapura, Jumat (8/8/2025). Ketua Komisi I DPRK Mimika yang juga anggota Bapemperda, Alfian Akbar Balyanan, menyambut baik persetujuan tersebut dan menegaskan bahwa Raperda ini merupakan salah satu terobosan penting dalam memperluas akses masyarakat terhadap layanan hukum. “Saya memberikan apresiasi kepada Pimpinan Bapemperda dan perancang peraturan perundang-undangan dari Kementerian Hukum dan HAM Wilayah Papua yang telah menyetujui Raperda ini masuk dalam daftar prioritas. Bantuan hukum adalah kebutuhan mendesak dan harus menjadi prioritas bersama,” ujarnya. Alfian mengungkapkan bahwa masih banyak masyarakat Mimika, khususnya dari kalangan ekonomi lemah, yang mengalami kesulitan mengakses layanan hukum. Hambatan biaya, kurangnya pengetahuan hukum, hingga terbatasnya lembaga bantuan hukum menjadi faktor utama. “Banyak masyarakat kurang mampu memiliki keterbatasan dalam mengakses keadilan. Untuk itu, pemerintah daerah melalui lembaga bantuan hukum perlu menyediakan layanan gratis untuk mengadvokasi persoalan hukum mereka, baik melalui jalur litigasi maupun non-litigasi,” jelas Alfian. Dengan hadirnya Raperda ini, DPRK Mimika berharap akan ada payung hukum yang jelas, sehingga pemerintah dapat mengalokasikan anggaran khusus bagi lembaga bantuan hukum yang telah terakreditasi. Langkah ini diyakini akan memaksimalkan pendampingan hukum, sekaligus mendorong lahirnya lebih banyak lembaga bantuan hukum di wilayah Mimika. Raperda Pelayanan Bantuan Hukum ini bukan hanya soal memberikan layanan gratis, tetapi juga membangun kesadaran hukum masyarakat. Melalui program ini, warga yang sebelumnya ragu atau takut menghadapi persoalan hukum dapat memperoleh pendampingan yang memadai. Selain itu, keberadaan Raperda ini akan mengatur mekanisme kerja sama antara pemerintah daerah, lembaga bantuan hukum, dan masyarakat. Termasuk di dalamnya sistem pengawasan agar bantuan hukum benar-benar tepat sasaran. Alfian optimistis, jika Raperda ini segera disahkan dan diimplementasikan, maka ke depan tidak ada lagi masyarakat yang kehilangan haknya di hadapan hukum hanya karena keterbatasan biaya. “Pemerintah diharapkan tidak hanya menyiapkan regulasinya, tetapi juga memastikan dukungan anggaran yang memadai. Dengan begitu, program ini bisa berjalan maksimal dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat kurang mampu,” tegasnya. Setelah masuk daftar prioritas, Raperda ini akan melalui tahap pembahasan di internal DPRK bersama pihak eksekutif. Diharapkan, sebelum akhir tahun 2025, regulasi ini sudah bisa disahkan dan mulai dijalankan pada awal 2026. Dengan adanya Raperda Pelayanan Bantuan Hukum, Mimika selangkah lebih maju dalam mewujudkan cita-cita negara hukum yang menjamin persamaan hak setiap warga di mata hukum. (jidan) 09 Agu 2025, 17:08 WIT
Berita utama
Berita Terbaru
Berita Populer
Video terbaru
lihat video 10 Feb 2023, 15:22 WIT