Papuanewsonline.com
BERITA Hukum & Kriminal
Homepage
Kasus Korupsi Jembatan Agimuga Mulai Disidangkan di Jayapura
Papuanewsonline.com, Jayapura –
Perhatian publik Papua Tengah kini tertuju pada ruang sidang Pengadilan Negeri
Kelas IA Jayapura. Kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Jembatan
Agimuga, yang sempat menjadi sorotan di Kabupaten Mimika, resmi memasuki babak
persidangan. Sidang perdana yang digelar pada
Jumat (8/8/2025) pukul 16.00 WIT ini menghadirkan dua terdakwa utama, yakni Mirvan
Martinus Palimbong dan Aldi Padua. Keduanya diduga terlibat langsung dalam
pengelolaan anggaran proyek pembangunan jembatan pada tahun anggaran 2023, yang
disebut-sebut merugikan keuangan negara. Majelis hakim Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) memimpin jalannya sidang dengan agenda tunggal
pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan
Negeri (Kejari) Mimika, Royal Sitohang, S.H., mengungkapkan bahwa dakwaan
terhadap kedua terdakwa dikeluarkan berdasarkan Surat Penetapan Pengadilan
Negeri Tipikor Jayapura Nomor: 27/Pid.Sus-TPK/2025/PNJap dan Nomor:
28/Pid.Sus-TPK/2025/PNJap, tertanggal 28 Juli 2025. "Terdakwa Mirvan Martinus
Palimbong dan Aldi Padua telah menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan
dakwaan. Tidak ada keberatan atau eksepsi yang diajukan penasihat hukum,"
ujar Royal. Dalam dakwaan primer, kedua
terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2)
dan ayat (3) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP. Sementara dalam dakwaan subsidair,
keduanya dijerat Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat
(3) UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 2 UU Tipikor dikenal
sebagai pasal “kerugian negara dengan unsur melawan hukum” yang memiliki
ancaman pidana berat, minimal 4 tahun penjara dan maksimal seumur hidup.
Sedangkan Pasal 3 mengatur perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dengan ancaman minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun penjara. Pihak JPU menilai, perbuatan para
terdakwa telah memenuhi unsur kedua pasal tersebut, baik dari segi kerugian
negara maupun penyalahgunaan wewenang. Sidang berikutnya dijadwalkan
pada Rabu, 13 Agustus 2025 pukul 10.00 WIT dengan agenda pemeriksaan
saksi-saksi. Publik pun menunggu fakta-fakta baru yang akan terungkap di
persidangan, mengingat proyek ini semula diharapkan menjadi infrastruktur
strategis untuk menghubungkan wilayah terisolir di Agimuga. Kasus ini juga menjadi ujian bagi
aparat penegak hukum untuk membuktikan komitmen pemberantasan korupsi di Papua,
di tengah banyaknya proyek pembangunan yang mengandalkan dana besar dari APBD
dan APBN. (jidan)
11 Agu 2025, 03:58 WIT
Dana Pemberdayaan Masyarakat Adat Mimika Diduga Disalahgunakan
Papuanewsonline.com, Timika – Isu
dugaan penyalahgunaan dana pemberdayaan masyarakat adat di Kabupaten Mimika
mencuat ke permukaan dan memicu perhatian publik. Berdasarkan hasil investigasi
yang dilakukan oleh Lembaga Perkumpulan Penggerak Aspirasi Masyarakat Minoritas
Indonesia Maju (2PAM3), terdapat indikasi kuat bahwa penyaluran dana tersebut
tidak berjalan sebagaimana mestinya, bahkan berpotensi merugikan keuangan
negara. Ketua Umum 2PAM3, Antonius
Rahabav, mengungkapkan bahwa temuan ini menunjukkan adanya kejanggalan serius,
terutama pada mekanisme pencairan dan penyaluran dana pembinaan masyarakat
adat. “Hal ini berbeda dengan
organisasi masyarakat biasa yang harus mengajukan proposal. Masyarakat adat itu
sudah diundangkan, sehingga debit dana pembinaan harus ada. Namun,
pelaksanaannya patut dipertanyakan,” tegas Antonius kepada wartawan, Sabtu
(9/8/2025). Dugaan penyimpangan ini mencakup
penyaluran dana yang tidak tepat sasaran, penggunaan yang tidak jelas, dan
dugaan minimnya transparansi dalam proses pengelolaan. Antonius menegaskan
bahwa pihaknya akan merekomendasikan kasus ini untuk ditangani oleh aparat
penegak hukum tingkat nasional. “Masyarakat adat akan
merekomendasikan kepada KPK, Kejaksaan Agung, dan Bareskrim Tipikor untuk
menyelidiki dugaan ini. Kita perlu tahu, uang ini lari ke mana, apakah tepat
sasaran atau tidak,” ujarnya. Selain aparat penegak hukum, Ombudsman
Republik Indonesia juga akan dilibatkan untuk memeriksa kemungkinan adanya
maladministrasi dalam proses penyaluran dana tersebut. “Ombudsman akan masuk dari sisi
maladministrasi. Nanti pasti ada rekomendasi resmi yang akan keluar dari sisi
penegak hukum,” jelas Antonius. Semua hasil investigasi ini tidak
hanya berhenti di level daerah. Antonius memastikan laporan lengkap akan
disampaikan secara resmi kepada pemerintah pusat, khususnya Kementerian
Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) serta Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri). “Semua akan kami laporkan ke
Menko Polhukam dan Kemendagri. Hasil hari ini akan kita serahkan dan biarkan
proses hukum berjalan,” tegasnya. Antonius optimistis bahwa langkah
ini akan mendorong proses hukum yang cepat dan tegas. Ia menegaskan bahwa kasus
ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, mengingat dana pemberdayaan
masyarakat adat sejatinya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
memberdayakan komunitas adat di Mimika.
“Dana ini harusnya untuk
masyarakat, bukan untuk kepentingan segelintir pihak. Saya yakin KPK akan
bertindak,” pungkasnya. (corri)
10 Agu 2025, 04:24 WIT
DPRK Mimika Dorong Raperda Bantuan Hukum Gratis untuk Warga Kurang Mampu
Papuanewsonline.com, Jayapura –
Langkah nyata menuju keadilan yang inklusif semakin dekat di Kabupaten Mimika.
Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Mimika, melalui Badan Pembentukan
Peraturan Daerah (Bapemperda), resmi menyetujui usulan Rancangan Peraturan
Daerah (Raperda) tentang Pelayanan Bantuan Hukum untuk masuk dalam daftar
prioritas pembahasan tahun 2025. Keputusan tersebut diambil setelah rapat koordinasi dan konsultasi bersama
Kementerian Hukum dan HAM Wilayah Papua di Jayapura, Jumat (8/8/2025). Ketua Komisi I DPRK Mimika yang
juga anggota Bapemperda, Alfian Akbar Balyanan, menyambut baik persetujuan
tersebut dan menegaskan bahwa Raperda ini merupakan salah satu terobosan
penting dalam memperluas akses masyarakat terhadap layanan hukum. “Saya memberikan apresiasi kepada
Pimpinan Bapemperda dan perancang peraturan perundang-undangan dari Kementerian
Hukum dan HAM Wilayah Papua yang telah menyetujui Raperda ini masuk dalam
daftar prioritas. Bantuan hukum adalah kebutuhan mendesak dan harus menjadi
prioritas bersama,” ujarnya. Alfian mengungkapkan bahwa masih
banyak masyarakat Mimika, khususnya dari kalangan ekonomi lemah, yang mengalami
kesulitan mengakses layanan hukum. Hambatan biaya, kurangnya pengetahuan hukum,
hingga terbatasnya lembaga bantuan hukum menjadi faktor utama. “Banyak masyarakat kurang mampu
memiliki keterbatasan dalam mengakses keadilan. Untuk itu, pemerintah daerah
melalui lembaga bantuan hukum perlu menyediakan layanan gratis untuk
mengadvokasi persoalan hukum mereka, baik melalui jalur litigasi maupun non-litigasi,”
jelas Alfian. Dengan hadirnya Raperda ini, DPRK
Mimika berharap akan ada payung hukum yang jelas, sehingga pemerintah dapat
mengalokasikan anggaran khusus bagi lembaga bantuan hukum yang telah
terakreditasi. Langkah ini diyakini akan memaksimalkan pendampingan hukum, sekaligus
mendorong lahirnya lebih banyak lembaga bantuan hukum di wilayah Mimika. Raperda Pelayanan Bantuan Hukum
ini bukan hanya soal memberikan layanan gratis, tetapi juga membangun kesadaran
hukum masyarakat. Melalui program ini, warga yang sebelumnya ragu atau takut
menghadapi persoalan hukum dapat memperoleh pendampingan yang memadai. Selain itu, keberadaan Raperda
ini akan mengatur mekanisme kerja sama antara pemerintah daerah, lembaga
bantuan hukum, dan masyarakat. Termasuk di dalamnya sistem pengawasan agar
bantuan hukum benar-benar tepat sasaran. Alfian optimistis, jika Raperda
ini segera disahkan dan diimplementasikan, maka ke depan tidak ada lagi
masyarakat yang kehilangan haknya di hadapan hukum hanya karena keterbatasan
biaya. “Pemerintah diharapkan tidak
hanya menyiapkan regulasinya, tetapi juga memastikan dukungan anggaran yang
memadai. Dengan begitu, program ini bisa berjalan maksimal dan dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat kurang mampu,” tegasnya. Setelah masuk daftar prioritas,
Raperda ini akan melalui tahap pembahasan di internal DPRK bersama pihak
eksekutif. Diharapkan, sebelum akhir tahun 2025, regulasi ini sudah bisa
disahkan dan mulai dijalankan pada awal 2026.
Dengan adanya Raperda Pelayanan
Bantuan Hukum, Mimika selangkah lebih maju dalam mewujudkan cita-cita negara
hukum yang menjamin persamaan hak setiap warga di mata hukum. (jidan)
09 Agu 2025, 17:08 WIT
Berita utama
Berita Terbaru
Berita Populer
Video terbaru