Wamenko Polkam: Sinergi dan Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Fondasi Ketangguhan Siber Nasional
Dalam Rakornas Perlindungan Infrastruktur Informasi Vital (PIIV), Lodewijk Freidrich Paulus tekankan pentingnya peran bersama pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menghadapi ancaman siber yang makin kompleks dan berdampak luas terhadap stabilitas.
Papuanewsonline.com - 24 Sep 2025, 21:42 WIT
Papuanewsonline.com/ Politik & Pemerintahan

Papuanewsonline.com, Jakarta – Ancaman di ruang siber semakin nyata, kompleks, dan berdampak besar terhadap stabilitas politik, hukum, dan keamanan nasional. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Wamenko Polkam), Letjen TNI (Purn) Lodewijk Freidrich Paulus, saat menyampaikan paparan utama dalam Rapat Koordinasi Nasional Penyelenggaraan Perlindungan Infrastruktur Informasi Vital (PIIV) yang digelar di Depok, Jawa Barat, Selasa (23/9/25).
Dalam kesempatan tersebut,
Lodewijk menegaskan bahwa sinergi dan kolaborasi seluruh pihak adalah kunci
dalam membangun ketahanan ruang siber Indonesia.
“Ancaman siber bukan sekadar masalah teknologi, tetapi ancaman hybrid yang
menyentuh seluruh aspek kehidupan berbangsa. Sinergi, kolaborasi, dan komitmen
semua pemangku kepentingan adalah fondasi utama bagi Indonesia yang tangguh di
era digital,” ujarnya.
Lodewijk mengingatkan bahwa
Presiden Prabowo telah menginstruksikan agar setiap kementerian dan lembaga
membentuk Computer Security Incident Response Team (CSIRT). Tim ini berfungsi
sebagai benteng pertahanan siber sekaligus garda terdepan dalam penanganan
insiden digital.
“Arahan Presiden jelas, kita harus tangguh, waspada, dan mampu mengantisipasi
setiap bentuk serangan siber,” tegasnya.
Wamenko Polkam mencontohkan
sejumlah insiden global yang menunjukkan betapa seriusnya ancaman serangan
siber terhadap infrastruktur vital. Mulai dari serangan ransomware Colonial
Pipeline di AS (2021) yang melumpuhkan distribusi bahan bakar, hingga peretasan
sistem air minum Oldsmar, Florida (2021) yang hampir membahayakan ribuan jiwa.
Indonesia pun tak luput dari
sasaran. Beberapa kasus besar di antaranya adalah serangan ke sektor kesehatan
(2017), kebocoran data Dukcapil (2022–2023) oleh peretas Bjorka, serangan ke
sektor perbankan (2023), hingga serangan ransomware yang melumpuhkan Pusat Data
Nasional Sementara (PDNS) pada 2024 sehingga pelayanan publik seperti imigrasi
dan perizinan daerah terhenti.
“Semua ini bukti nyata bahwa
infrastruktur kritis kita rentan. Serangan siber berevolusi, semakin sulit
dideteksi, dan dampaknya langsung dirasakan masyarakat,” kata Lodewijk.
Menurut laporan BSSN tahun 2024, Indonesia mencatat tren serangan siber dengan rincian: 50,15% DDoS, 41% malware, 8,1% phishing, dan 0,75% APT. Setahun kemudian, pada 2025, pola berubah drastis: 93,57% malware, 5,78% DDoS, 0,33% phishing, dan 0,32% APT. Angka ini menempatkan Indonesia di antara lima besar negara paling sering diserang di dunia.
Dalam Rakornas PIIV, Lodewijk
menekankan pentingnya langkah strategis jangka panjang, di antaranya, memperkuat
kapasitas BSSN dan memastikan setiap instansi vital memiliki CSIRT, meningkatkan
SDM, infrastruktur, dan tata kelola kelembagaan siber, implementasi Perpres No.
82 Tahun 2022 untuk mempercepat identifikasi IIV sektor strategis dan standar
keamanan wajib, mendorong kolaborasi sektor swasta dan pemerintah melalui threat
intelligence sharing (pusat intelijen ancaman bersama), menyelesaikan regulasi
kunci seperti RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS), RPP Perlindungan Data
Pribadi, serta pembentukan Lembaga PDP dan mendorong inovasi teknologi
berkelanjutan, termasuk kriptografi pasca-kuantum dan pemanfaatan kecerdasan
artifisial.
“Rakornas ini harus menjadi titik balik. Mari jadikan ruang siber sebagai benteng pertahanan bangsa, bukan kelemahan,” pungkasnya.
(GF)