Tujuh Kepala Suku dan Lembaga P2MA PTP Nyatakan Dukungan kepada Frans Pigome untuk Pimpin PTFI
Aspirasi masyarakat adat Papua menyerukan agar posisi Presiden Direktur PTFI dipegang putra asli Papua sebagai simbol keadilan dan kemandirian dalam pengelolaan sumber daya alam di tanah sendiri
Papuanewsonline.com - 23 Okt 2025, 14:20 WIT
                         Papuanewsonline.com/ Seni & Budaya
                    
                
 
                        Papuanewsonline.com, Timika — Dinamika kepemimpinan di tubuh PT Freeport Indonesia (PTFI) kembali menjadi sorotan setelah Lembaga Pemberdayaan dan Perlindungan Masyarakat Adat Papua Tambang (P2MA PTP) bersama tujuh kepala suku besar di wilayah Mimika menyampaikan dukungan resmi kepada Frans Pigome untuk menjabat sebagai Presiden Direktur PTFI.
Pernyataan dukungan ini
disampaikan secara terbuka melalui pertemuan adat di Timika, yang dihadiri oleh
tokoh adat, masyarakat, dan perwakilan pemuda dari wilayah yang terdampak
langsung oleh aktivitas pertambangan Freeport. Dukungan tersebut dianggap
sebagai aspirasi moral dan politik masyarakat adat Papua, yang menuntut agar
posisi pimpinan tertinggi perusahaan tambang terbesar di Indonesia itu diisi
oleh putra asli Papua.
Ketua P2MA PTP Ruben Kobogau bersama Sekretaris Jenderal Yonas Magai dalam pernyataannya menegaskan bahwa dukungan ini tidak sekadar merupakan dorongan personal terhadap Frans Pigome, melainkan bentuk komitmen masyarakat adat untuk memperjuangkan representasi orang asli Papua (OAP) di posisi strategis perusahaan yang selama puluhan tahun beroperasi di tanah mereka.

“Kami, tujuh kepala suku yang
wilayah adatnya bersinggungan langsung dengan aktivitas tambang Freeport,
menilai bahwa sudah saatnya putra asli Papua memimpin perusahaan ini. Kami
percaya Frans Pigome memiliki kapasitas, pengalaman, dan integritas untuk membawa
Freeport menjadi perusahaan yang berkeadilan bagi rakyat Papua,” ujar Ruben
Kobogau, didampingi Yonas Magai.
Pernyataan tersebut disambut
hangat oleh para kepala suku yang hadir. Mereka menegaskan bahwa dukungan ini
mencerminkan semangat Otonomi Khusus Papua, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001.
Dalam pandangan masyarakat adat, Frans
Pigome dipandang sebagai figur yang memahami dinamika sosial, ekonomi, dan
budaya Papua secara menyeluruh. Ia dinilai mampu menjadi jembatan antara
perusahaan dan masyarakat lokal, sekaligus membawa visi pembangunan
berkelanjutan yang berpihak pada kesejahteraan orang asli Papua.
“Kami melihat sosok Frans Pigome
sebagai pemimpin yang mampu mempersatukan semua pihak. Ia bukan hanya
representasi OAP, tetapi juga simbol harapan agar Freeport lebih manusiawi dan
berpihak pada masyarakat sekitar tambang,” ungkap salah satu kepala suku yang
turut menandatangani pernyataan dukungan.
Selain soal kepemimpinan, para
tokoh adat juga menyoroti pentingnya perubahan paradigma dalam pengelolaan
hasil tambang agar manfaat ekonomi yang dihasilkan tidak hanya dirasakan oleh
segelintir pihak, melainkan juga oleh masyarakat adat di wilayah operasi.
Melalui momentum ini, P2MA PTP
menekankan perlunya penguatan kebijakan afirmatif di bidang ketenagakerjaan,
pendidikan, dan pengelolaan lingkungan di area operasi Freeport.
Mereka mendorong agar perusahaan
memberi ruang lebih luas bagi tenaga kerja OAP, meningkatkan pendidikan vokasi
berbasis kebutuhan industri tambang, serta menjalankan program pelestarian
lingkungan yang transparan dan berkelanjutan.
“Freeport beroperasi di tanah
Papua selama puluhan tahun. Sudah saatnya manfaatnya benar-benar dirasakan oleh
anak-anak asli negeri ini — bukan hanya dalam bentuk bantuan sosial, tapi juga
pemberdayaan yang nyata,” kata Yonas Magai.
Menurutnya, keberadaan Frans
Pigome di posisi puncak akan menjadi tonggak sejarah baru dalam perjuangan
masyarakat adat Papua untuk mendapatkan keadilan ekonomi dan pengakuan politik
di sektor strategis nasional.
Dalam pernyataan penutup, para
tokoh adat dan pimpinan P2MA PTP menyerukan agar Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah Papua, dan manajemen PTFI mendengarkan aspirasi ini dengan penuh
tanggung jawab. Mereka menilai, dukungan terhadap Frans Pigome bukan semata
dorongan politik, melainkan seruan moral bangsa agar pembangunan di Papua
dilakukan dengan mengutamakan partisipasi dan kepemimpinan lokal.
“Kami tidak ingin hanya menjadi
penonton di tanah sendiri. Kami ingin ikut menentukan arah masa depan Papua,
termasuk dalam perusahaan besar seperti Freeport. Dukungan kami kepada Frans
Pigome adalah simbol dari harapan itu,” ujar Ruben Kobogau tegas.
Pertemuan adat tersebut diakhiri
dengan doa bersama dan penandatanganan dokumen pernyataan dukungan dari tujuh
kepala suku besar, yang menjadi bagian dari wilayah terdampak langsung
aktivitas PTFI. (GF)
 
                 
                                 
                     
                     
                     
                     
                     
                